Shalat Tolak Bala Bulan Safar


Perdebatan tentang boleh tidaknya mengerjakan shalat tolak bala Bulan Safar sampai saat ini masih berlangsung. Ada yang membid'ahkan, ada yang memubahkan dan ada juga yang mensunahkan. Artikel yang Saya tulis tidak akan condong ke salah satu dari 3 golongan tersebut.

Berdasarkan kondisi tersebut, Saya bisa menyimpulkan bawa hukum shalat tolak bala di Bulan Safar ini, tepatnya pada hari Rabu terakhir bulan Safar adalah ada 3, yaitu sunat, mubah dan haram, namun yang Saya garis bawahi adalah yang haram dan sunat.

Bagi mereka yang berpendapat haram, karena Shalat Rebo Wekasan tidak ada dari Nabi, sahabat dan para tabi'in sehingga bisa dikategorikan bid'ah jika niatnya memang niat sholat Rebo Wekasan. Karena termasuk bid'ah maka kita tidak boleh menciptakan bentuk ibadah seperti itu dan jika dilakukan, kena pada hukum haram, begitu menurut para penolak sholat Rebo Wekasan.

Adapun bagi mereka yang menganggap mubah atau boleh melakukan sholat Rebo Wekasan, karena punya tujuan atau niat menolak bala dengan shalat sunat. Sebagian ulama yang mengamini sholat Rebo Wekasan, berpendapat bahwa boleh saja mengikuti tradisi ulama soleh melakukan sholat lidaf'il bala namun dengan niat sholat mutlak seperti biasa, tanpa embel-embel sholat lidaf'il balaa, karena memang tidak ada dari sananya.

Jadi menurut mereka, tata cara shalat tolak bala yang benar adalah terletak pada niatnya. Shalat yang dikerjakan pada hari Rabu tersebut tidak boleh memakai niat shalat tolak bala tapi niat shalat sunat mutlak saja. Yang namanya shalat sunat mutlak, adalah shalat sunat yang bisa dikerjakan kapan saja dan dimana saja tanpa ada ikatan waktu dan tempat kecuali pada waktu dan tempat terlarang.

Nah, kalau menurut Saya sendiri tergantung yang mau melakukannya. Selama niatnya shalat sunat mutlak dan dia memang biasa melakukan shalat sunat mutlak sebagai tambahan amalan sehari-hari selain shalat sunat lainnya yang bersifat muakkad, maka itu sah-sah saja dan tidak termasuk bid'ah. Selanjutnya, tidak dilarang setelah shalat mutlak tersebut berdoa agar tertolak dari segala macam bala yang diturunkan Allah.

Sementara jika seseorang tidak terbiasa melakukan shalat sunat mutlak, bahkan shalat sunat muakkad yang lain pun jarang dilakukan seperti shalat rawatib, witir, tahajjud, dhuha, maka sebaiknya instropeksi dahulu. Mengapa harus mendahulukan yang sunat mutlak, sementara yang derajat sunat muakkad ditinggalkan.

Jadi menurut Saya yang awam, dahulukan dahulu untuk membiasakn shalat sunat yang tingkat derajat sunatnya lebih tinggi, dawamkan setiap hari jangan sampai tertinggal, baru setelah itu tambah dengan shalat sunat mutlak berapapun jumlah rakaatnya, karena shalat mutlak tak ada batasan raka'at.

Andaikata kebetulan waktu mengerjakannya pada Rebo wekasan, itu tak jadi soal, karena kita sudah terbiasa melakukannya setiap hari, bukan pas Rebo wekasan saja. Ini hanya pendapat Saya orang awam yang tidak punya ilmu apa pun. Anda pasti punya pendirian masing-masing dan tentu kita harus saling menghargai pendapat masing-masing. Benar salahnya, kita masing-masing yang mempertanggungjawabkannya di akhirat. Peace.... Wallaahuu a'lam.


Tag : Sholat Mutlak
Back To Top