Seaeuai dengan namanya, sholat sunah sebelum sholat subuh ini jelas dilakukan sebelum melakukan sholat fardu subuh. Sholat ini disebut juga sholat sunat fajar atau sholat sunat qobliyah subuh yang jumlah rakaatnya adalah 2 rakaat.
Ada juga yang menyebut shalat sunnah barad (dingin), mungkin karena sholat ini dilakukan pada saat cuaca masih sangat dingin. Ada juga yang menamainya dengan sholat sunnah ghadat (pagi-pagi) sebab sholat sunnah ini dilakukan pagi-pagi sekali.
Jika kita menemukan redaksi hadits yang menuliskan kata “rak’atai-l-fajr”, maka makna yang dimaksud adalah shalat sunnah qabliyah subuh. Sedangkan ketika kita menemukan kata “shalla-l-fajr” atau dengan kata “shalat al-fajr”, maka makna yang dimaksud adalah shalat subuh.
Sedangkan jika kita meninjaunya dari segi lughat (generalitas bahasa) yang berlaku di masyarakat Arab, mereka umumnya menafsirkan sholat fajar sebagai sholat subuh. Ini bisa kita amati ketika melihat berbagai tulisan di berbagai buku Turats ketika menggambarkan sholat subuh yang biasanya menggunakan kata "sholat al-fajr".
Sedangkan ketika mengatakan sholat subuh Qabliyah, maka umumnya orang Arab di berbagai tulisan menggunakan kata "rak'atai-l-fajr".
Jika selama ini kita melakukan sholat sunat subuh sebelum waktu subuh, maka sholatnya tetap sah dan jadi, namun masuknya ke sholat sunat mutlak, tidak masuk ke sholat rowatib subuh.
Imam Nawawi berkata bahwa sholat sunnah subuh ini tidak dilakukan, melainkan setelah waktu subuh tiba. Dan dianjurkan sholat ini dilakukan pada awal waktu dan dibuat ringan. Begitulah pendapat Imam Malik, Imam Syafi'i dan jumhur ulama.
Dengan demikian terjawablah sudah pertanyaan tentang sholat qobliyah subuh dilakukan setelah adzan atau sebelum adzan.
Menurut hadits Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad hampir tidak pernah meninggalkan shalat sunnah qobliyah di waktu subuh. Beliau selalu mengerjakan sholat ini secara ringan, baik disaat sedang bepergian atau tidak.
Imam Nawawi menjelaskan bahwa yang dimaksud ringan di sini menunjukkan ringannya shalat Nabi Shallallahu ‘alayhi wa sallam dibandingkan dengan kebiasaan beliau yang selalu memanjangkan shalat malam dan shalat sunnah lainnya. Jadi bukan ringan versi kita.
Ringan, tidak berarti Anda tidak membaca surat sama sekali. Imam Nawawi rahimahullah berkata bahwa justru beberapa ulama salaf menyatakan tidak apa-apa jika shalat sunnah ini dipanjangkan dan hal ini tidak menunjukkan haram. Jika dipanjangkan pun tidak berarti mengabaikan saran untuk meringankan shalat sunnah saat fajar.
Memang ada beberapa orang mengatakan bahwa ringan itu berarti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak membaca salah satu surat. Namun yang lebih kuat, karena ada hadit shahih yang menyebutkan bahwa ketika sunnah qobliyah shubuh shalat, Rasulullah sallallaahu 'alaihi wa sallam membaca surat Al Kafirun dan surat Al Ikhlas setelah membaca Al Fatihah.
Selanjutnya setelah takbiratul ihrom, membaca doa iftitah, membaca Surah Al-Fatihah dan salah satu surah Al-Quran. Pada raka'at pertama, kita bisa membaca Al-Kafirun atau Al Insyiroh dan dalam raka'at ke dua setelah membaca Surah Al-Fatihah, dilanjutkan dengan membaca Surah al-Ikhlas atau Al Fiil.
Ada juga yang berpendapat bahwa surat yang dibaca pada rakaat pertama adalah Al Kafirun dan Al Ikhlas, sedangkan pada rakaat ke dua membaca surat Ali Imran ayat 52, Ali Imran ayat 64, dan Al Baqarah ayat 136.
Pendapat lain menyatakan, pada rakaat pertama membaca Al Baqarah ayat 136 dan pada rakaat ke dua membaca Ali Imran ayat 52/Ali Imran ayat 64.
Setelah sholat sunat subuh, dianjurkan membaca dzikir sunnah qabliyah subuh. Berdasarkan narasi riwayat Ibnu Sinni dan Al-Hakim, dzikir yang dibacakan setelah menyelesaikan shalat sunnah sebelum subuh adalah sebagai berikut :
وَمِيْكائِيْلَ وَعِزْرَئِيْلَ
Namun sebelum membaca doa di atas, dianjurkan untuk berbaring dengan sisi tubuh sebelah kanan jiak memungkinkan, misalnya sholat sunatnya di rumah. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berbaring setelah shalat sunnah fajar.
Pertama, hukumnya sunnah. Ini adalah pendapat madzhab Syafi'i, Abu Musa Al 'Asy'ari, Rafi' bin Khadij, Anas bin Malik, dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum.
Ke dua, hukumnya wajib. Ini adalah pendapat dari madzhab Abu Muhammad bin Hazm rahimahullah. Bahkan dia menjadikannya sebagai persyaratan sahnya sholat subuh.
Ke tiga, hukumnya makruh. Ini adalah pendapat sebagian besar salaf. Di antaranya adalah Ibn Mas'ud, Ibnul Musayyib, dan An Nakha'i rahimahumullah. Al Qadhi ‘Iyad rahimahullah mengatakan ini adalah pendapat jumhur ulama.
Ke empat, hukumnya menyelisihi hal-hal yang lebih utama dan ini adalah pendapat Hasan Al Bashri rahimahullah.
Ke lima, hukumnya mustahab bagi mereka yang melakukan sholat malam dengan tujuan untuk beristirahat. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnul ‘Arabi dan Syaikhul Islam Ibn Taimiyah rahimahumallah.
Berbaring di sini sebetulnya bukan intinya, tetapi yang dimaksudkan adalah memisahkan sholat sunnah fajar dengan dan shalat wajib. Namun pendapat ini tak kuat, karena pemisahan waktu memungkinkan dilakukan dengan selain berbaring.
Kesimpulannya, yang lebih tepat menurut Saya pribadi melihat pendapat di atas adalah berbaring setelah shalat sunnah fajar adalah mustahab (disarankan), asalkan dilakukannya di rumah dan bukan di masjid dan orang yang melakukan sunnah ini harus bangun lagi alias tidak tertidur sehingga tidak terlambat melakukan sholat subuh berjamaah.
Hal ini tentu sejalan dengan hadits Nabi yang menganjurkan sholat sunat di rumah, tidak menjadikan rumah sebagai kuburan, kecuali jika khawatir akan tertinggal sholat berjamaah, maka lakukan sholat sunat ini di mesjid.
Lalu bagaimana jika tidak sempat melakukan sholat sunat subuh ? Maka dia boleh melakukannya setelah sholat subuh atau setelah terbit fajar dengan niat qodho sholat sunat qobliyyah subuh.
Ada juga yang menyebut shalat sunnah barad (dingin), mungkin karena sholat ini dilakukan pada saat cuaca masih sangat dingin. Ada juga yang menamainya dengan sholat sunnah ghadat (pagi-pagi) sebab sholat sunnah ini dilakukan pagi-pagi sekali.
Sholat Fajar dan Sholat Sunat Fajar
Ada sebagian orang yang bingung dengan sholat fajar dan sholat sunat fajar. Jika kita kembali ke definisi bahwa sholat fajar adalah sholat yang dilakukan pada waktu terbit fajar. Para ulama berpendapat bahwa hanya ada 2 sholat yang dilakukan pada waktu fajar yakni sholat qobla subuh atau sholat sunat fajar dan sholat fardhu subuh.Jika kita menemukan redaksi hadits yang menuliskan kata “rak’atai-l-fajr”, maka makna yang dimaksud adalah shalat sunnah qabliyah subuh. Sedangkan ketika kita menemukan kata “shalla-l-fajr” atau dengan kata “shalat al-fajr”, maka makna yang dimaksud adalah shalat subuh.
Sedangkan jika kita meninjaunya dari segi lughat (generalitas bahasa) yang berlaku di masyarakat Arab, mereka umumnya menafsirkan sholat fajar sebagai sholat subuh. Ini bisa kita amati ketika melihat berbagai tulisan di berbagai buku Turats ketika menggambarkan sholat subuh yang biasanya menggunakan kata "sholat al-fajr".
Sedangkan ketika mengatakan sholat subuh Qabliyah, maka umumnya orang Arab di berbagai tulisan menggunakan kata "rak'atai-l-fajr".
Waktu Sholat Sunah Sebelum Subuh
Ada yang bertanay, sholat 2 rakaat sebelum subuh kapan dilakukan ? Ada yang berpendapat bahwa sholat ini dilakukan sebelum sholat subuh dan belum waktu subuh, jadi dia melakukan sholat, sebelum adzan subuh. Ini keliru, sebab sholat ini dilakukan setelah waktu subuh masuk, namun pelaksanaannya sebelum melakukan sholat fardhu subuh.Jika selama ini kita melakukan sholat sunat subuh sebelum waktu subuh, maka sholatnya tetap sah dan jadi, namun masuknya ke sholat sunat mutlak, tidak masuk ke sholat rowatib subuh.
Imam Nawawi berkata bahwa sholat sunnah subuh ini tidak dilakukan, melainkan setelah waktu subuh tiba. Dan dianjurkan sholat ini dilakukan pada awal waktu dan dibuat ringan. Begitulah pendapat Imam Malik, Imam Syafi'i dan jumhur ulama.
Dengan demikian terjawablah sudah pertanyaan tentang sholat qobliyah subuh dilakukan setelah adzan atau sebelum adzan.
Hukum dan Cara Melaksanakan Sholat Sunah Sebelum Sholat Subuh
Hukum untuk mengerjakan shalat subuh sunnah qabliyah ini adalah sunnah muakkadah, artinya ibadah sholat yang sangat dianjurkan. Dalam sejumlah hadits, umat Islam yang melakukan shalat Subuh Sunnah Qobliyah akan menerima pahala yang sangat besar.Menurut hadits Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad hampir tidak pernah meninggalkan shalat sunnah qobliyah di waktu subuh. Beliau selalu mengerjakan sholat ini secara ringan, baik disaat sedang bepergian atau tidak.
Imam Nawawi menjelaskan bahwa yang dimaksud ringan di sini menunjukkan ringannya shalat Nabi Shallallahu ‘alayhi wa sallam dibandingkan dengan kebiasaan beliau yang selalu memanjangkan shalat malam dan shalat sunnah lainnya. Jadi bukan ringan versi kita.
Ringan, tidak berarti Anda tidak membaca surat sama sekali. Imam Nawawi rahimahullah berkata bahwa justru beberapa ulama salaf menyatakan tidak apa-apa jika shalat sunnah ini dipanjangkan dan hal ini tidak menunjukkan haram. Jika dipanjangkan pun tidak berarti mengabaikan saran untuk meringankan shalat sunnah saat fajar.
Memang ada beberapa orang mengatakan bahwa ringan itu berarti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak membaca salah satu surat. Namun yang lebih kuat, karena ada hadit shahih yang menyebutkan bahwa ketika sunnah qobliyah shubuh shalat, Rasulullah sallallaahu 'alaihi wa sallam membaca surat Al Kafirun dan surat Al Ikhlas setelah membaca Al Fatihah.
Tata Cara Sholat Qobliyah Subuh
Berikut ini prosedur pelaksanaan sholat sunnah subuh termasuk tentang niat dan bacaan shalat sunnah qabliyah. Seperti biasa sholat pada umumnya, sholat kita awali dengan niat. Jika mau dibaca, maka lafadz atau cara niat shalat sunat sebelum subuh 2 rakaat adalah sebagai berikut:
أُصَلِّى سُنَّةَ الصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَّةً لِلّهِ تَعَالَى
USHOLLII SUNNATASH-SHUBHI RAK’ATAINI QABLIYYATAL LILLAAHI TA'AALAA.
Aku niat shalat sunah sebelum Subuh dua raka’at karena Allah Ta'ala
Selanjutnya setelah takbiratul ihrom, membaca doa iftitah, membaca Surah Al-Fatihah dan salah satu surah Al-Quran. Pada raka'at pertama, kita bisa membaca Al-Kafirun atau Al Insyiroh dan dalam raka'at ke dua setelah membaca Surah Al-Fatihah, dilanjutkan dengan membaca Surah al-Ikhlas atau Al Fiil.
Ada juga yang berpendapat bahwa surat yang dibaca pada rakaat pertama adalah Al Kafirun dan Al Ikhlas, sedangkan pada rakaat ke dua membaca surat Ali Imran ayat 52, Ali Imran ayat 64, dan Al Baqarah ayat 136.
Pendapat lain menyatakan, pada rakaat pertama membaca Al Baqarah ayat 136 dan pada rakaat ke dua membaca Ali Imran ayat 52/Ali Imran ayat 64.
Setelah sholat sunat subuh, dianjurkan membaca dzikir sunnah qabliyah subuh. Berdasarkan narasi riwayat Ibnu Sinni dan Al-Hakim, dzikir yang dibacakan setelah menyelesaikan shalat sunnah sebelum subuh adalah sebagai berikut :
اَللهُمَّ رَبَّ جِبْرِيْلَ وَإِسْرَافِيْلَ
ALLAAHUMMA RABBA JIBRIILA WA ISRAAFIILA
Ya Allah, wahai Tuhan dari Jibril, Israfil,
وَمِيْكائِيْلَ وَعِزْرَئِيْلَ
WA MIIKAA-IILA WA 'IZROO-IILA
dan Tuhannya Mikail, 'Izroil
وَمُحَمَّدٍ النَّبِيِّ صَلَّ اللّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
WA MUHAMMADININ-NABIYYI SHOLLALLAAHU 'ALAIHI WA SALLAM
dan Tuhannya Nabi Muhammad saw
اَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ
A’UUDZUBIKA MINAN-NAAR
Aku berlindung diri dengan Engkau dari neraka.
Namun sebelum membaca doa di atas, dianjurkan untuk berbaring dengan sisi tubuh sebelah kanan jiak memungkinkan, misalnya sholat sunatnya di rumah. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berbaring setelah shalat sunnah fajar.
Pertama, hukumnya sunnah. Ini adalah pendapat madzhab Syafi'i, Abu Musa Al 'Asy'ari, Rafi' bin Khadij, Anas bin Malik, dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum.
Ke dua, hukumnya wajib. Ini adalah pendapat dari madzhab Abu Muhammad bin Hazm rahimahullah. Bahkan dia menjadikannya sebagai persyaratan sahnya sholat subuh.
Ke tiga, hukumnya makruh. Ini adalah pendapat sebagian besar salaf. Di antaranya adalah Ibn Mas'ud, Ibnul Musayyib, dan An Nakha'i rahimahumullah. Al Qadhi ‘Iyad rahimahullah mengatakan ini adalah pendapat jumhur ulama.
Ke empat, hukumnya menyelisihi hal-hal yang lebih utama dan ini adalah pendapat Hasan Al Bashri rahimahullah.
Ke lima, hukumnya mustahab bagi mereka yang melakukan sholat malam dengan tujuan untuk beristirahat. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnul ‘Arabi dan Syaikhul Islam Ibn Taimiyah rahimahumallah.
Berbaring di sini sebetulnya bukan intinya, tetapi yang dimaksudkan adalah memisahkan sholat sunnah fajar dengan dan shalat wajib. Namun pendapat ini tak kuat, karena pemisahan waktu memungkinkan dilakukan dengan selain berbaring.
Kesimpulannya, yang lebih tepat menurut Saya pribadi melihat pendapat di atas adalah berbaring setelah shalat sunnah fajar adalah mustahab (disarankan), asalkan dilakukannya di rumah dan bukan di masjid dan orang yang melakukan sunnah ini harus bangun lagi alias tidak tertidur sehingga tidak terlambat melakukan sholat subuh berjamaah.
Hal ini tentu sejalan dengan hadits Nabi yang menganjurkan sholat sunat di rumah, tidak menjadikan rumah sebagai kuburan, kecuali jika khawatir akan tertinggal sholat berjamaah, maka lakukan sholat sunat ini di mesjid.
Lalu bagaimana jika tidak sempat melakukan sholat sunat subuh ? Maka dia boleh melakukannya setelah sholat subuh atau setelah terbit fajar dengan niat qodho sholat sunat qobliyyah subuh.